Sabtu, 27 Februari 2016

Dariku, Wanita Pemilik Rindu Untukmu



Jatuh cinta memang indah, seperti yang kebanyakan orang bilang. Warna merah muda menjuntai indah, memenuhi ruang hati dan pikiran. Semua hal terasa begitu menyenangkan ketika selalu bersama “dia” yang membuatmu jatuh, jatuh pada kisah bahagia yang selalu membuatmu menyerahkan seluruh hati dan pikiranmu hanya untuknya. Mewarnai tiap harimu dengan tawa dan kasih sayang darinya. Oh Tuhan, Maha Mulia Kau karuniakan cinta. Sesederhana rona jingga kala senja dan sesejuk sapuan angin kala panas menerpa.
Namun apakah semuanya akan selalu sama? Jawabannya tentu tidak. Semua hal pasti ada masanya. Merah muda kala jatuh cinta, bisa saja berubah menjadi gelap dan sesak ketika hati mulai merasakan hal-hal yang menyebalkan dan berujung pada tangis kesedihan. Tidak adil memang rasanya, tidak ada orang yang menginginkan kesedihan dalam hidupnya. Tapi apa daya manusia? Tuhan menciptakan segala sesuatunya seimbang. Kala kebahagiaan datang, kesedihan juga akan datang untuk melengkapinya.
Pertanyaannya, bagaimana kita melupakan semua hal merah muda nan menyenangkan itu dengan mudah? Tanpa harus menangis dan kerap kali marah pada diri sendiri karena merindukan hal-hal yang tidak seharusnya dirindukan? Ketika otak memaksa untuk menyerah namun hati berkata untuk tetap tinggal?

“Jika melupakan sesederhana jatuh cinta,
mungkin aku sudah melakukannya sejak lama”

Ya, benar. Aku mungkin tidak perlu merasa lelah karena menangis ketika berusaha melupakannya. Tidak perlu merasa kesal dan sakit hati ketika menahan rindu padanya, dan aku tidak perlu mencemburui dan membeci dia yang hadir dan menggantikan posisiku di hatinya. Ya, andai semua itu sesederhana ketika aku jatuh hati padanya, mungkin aku sudah melupakannya sejak lama. Meninggalkan semua rona merah muda darinya. Melupakan setiap kenangan yang kami buat bersama. Menetralkan semua perasaan seperti sebelum kita berjumpa, dan menghapus rindu yang menggebu di dada. Andai semua sesederhana itu, akan aku lakukan tanpa harus meneteskan air mata setiap merasakan sesak ketika mengingatnya.

“Aku tahu, rindu ini tidak seharusnya untukmu.
Aku selalu memaksanya untuk hilang,
namun dia selalu menyelinap masuk ketika malam datang”

Bagiku, merindumu sudah seperti makanan wajib untukku. Aku merasakannya setiap hari, terlebih ketika malam. Rindu itu datang tanpa permisi, menyelinap masuk ke relung hati dan mengantarkan air mataku keluar membasahi pipi. Aku tahu semua itu bodoh, dan aku juga tahu semua itu tidak berguna. Karena ketika aku merindukanmu dan menangis untukmu, mungkin saja kau sedang tertawa bahagia bersamanya, ya dia yang menggantikan posisiku. Tapi, apalah dayaku. Sang pemilik rindu untukmu, namun tidak pernah menjadi tempat rindumu berlabuh.
Mungkin aku yang salah, karena belum bisa menerima kenyataan dan masih terus meyakinkan diri bahwa masih ada kesempatan untukku mengubah warna gelap nan sesak menjadi merah muda yang menyenangkan seperti dulu. Membawamu kembali bersama, melanjutkan mimpi yang sempat tertunda. Masih terus memikirkan saat-saat bahagia yang mungkin saja sudah kau lupa. Ah, bodohnya. Ya, rindu ini terasa begitu bodoh. Mimpi ini terasa begitu memaksa, dan aku? Merasa menjadi manusia paling kasihan karena masih saja mengharapkan hal-hal yang mungkin saja sudah jauh dilupakan.
Ya, andai melupakan sesederhana jatuh cinta, sesederhana warna jingga kala senja, mungkin tidak akan ada kata kecewa, ketika hati yang merindu tidak kunjung menjadi tempat untuk berlabuh rindu. Dariku, wanita pemilik rindu untukmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar